5.07.2009

WAWASAN AKHLAK

Muslim adalah manusia sempurna yang memberikan seluruh hak kepada yang berhak. Ia menunaikan kewajibannya secara total. Inilah salah satu sisi dari ‘ubudiyah kepada Allah. Muslim adalah manusia yang tidak meninggalkan satu pun kewajibannya. Manusia yang tidak ada yang menandingi keutuhan kemanusiaannya.
Hak-hak yang ada dalam diri seorang Muslim dengan sedikit perinciannya adalah sebagai berikut :1.A. HAK ALLAH (AKHLAK KEPADA ALLAH)
Hak Allah ialah Anda mengimani Dzat, shifat dan af’al-Nya, perintah Allah untuk mengimani para Rasul, Malaikat, Kitab-kitab, hari akhir dan taqdir serta apa yang dibawa para Rasul.
Hak Allah ialah mengakui-Nya sebagai Ilah dan tidak memperilahkan yang lain. Karena itu tidak ada ketaatan kepada yang selain-Nya kecuali dalam ketaatan-Nya, tidak lebih mencintai selain-Nya atau menyamakan cinta kepada-Nya dengan cinta kepada selain-Nya, tidak berdo’a kepada selain-Nya, tidak bertawakkal & bergantung kepada selain-Nya dan tidak menghambakan diri selain kepada-Nya. Hak Allah ialah mengingat-Nya. Karena itu tidak boleh melalaikan-Nya baik dalam amal ataupun tingkah laku.
Hak Allah ialah kerja sama kaum Muslimin untuk menegakkan satu negara (dawlah) yang dapat menegakkan ketentuan-ketentuan Allah dan melaksanakan perintah-Nya. Hak Allah ialah berjihad di jalan-Nya sehingga hanya Kalimah-Nya yang tertinggi di alam ini.
Ringkasnya, hak Allah ialah menunaikan seluruh hak-hak yang ada kepada pemiliknya, mengerjakan semua itu semata-mata karena Allah, hanya menginginkan keridhaan dan Jannah-Nya.
Dengan demikian membela syari’at-Nya adalah sebagian dari hak Allah. Begitu juga menegakkan Dawlah-Nya, membentuk pribadi Muslim, menyatukan ummah jika terpecah, meneladani Rasulullah SAW, berjihad di jalan-Nya.
1.B. HAK KEDUAORANGTUA (AKHLAK KEPADA ORANG TUA)
“Dan Kami Wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya,” (QS. Al-Ankabutt 29:8)
Hak kedua orang tua ialah, mentaati, menafkahi, melayani, mencintai keduanya sebagaimana kedua orang tua tersebut melakukan hal itu ketika anaknya kecil. Kemudian bergaul dengan keduanya dengan baik. Sedangkan hak ibu lebih besar dari hak bapak.
Berbuat baik kepada kedua orang tua yang musyrik juga kita diharuskan. Kecuali jika mereka menyuruh sesuatu yang bertentangan dengan Islam.
Dan Tuhan-mu telah Memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (al Israa 17:23)
Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: Saya bertanya pada Rasulullah saw.: Apakah Amal perbuatan yang lebih disukai oleh Allah? Nabi: Berbakti pada kedua ayah bunda. Saya bertanya, kemudian apalagi? Jawabnya: Jihad (berjuang dalam jalan Allah) (HR. Bukhari, Muslim)
Abu Hurairah ra. berkata: Datanglah seorang kepada Nabi saw. dan bertanya: Siapakah yang berhak aku layani dengan sebaik-baiknya? Jawab Nabi: Ibumu Kemudian siapa? Jawab Nabi: Ibumu. Kemudian siapa? Jawab Nabi: Ibumu. Lalu siapa lagi? Jawab Nabi: Ayahmu. (HR. Bukhari, Muslim)
“Seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah SAW, adakah sesuatu kebaikan yang dapat aku persembahkan kepada kedua orang tuaku sepeninggal mereka berdua? Jawab Rasulullah SAW,” Yah, menshalatkan keduanya, memohonkan ampun keduanya, menepati janji keduanya setelah keduanya meninggal, menyambung tali keluarga yang tidak disambung keduanya dan menghormati teman-teman keduanya.” (HR. Abu Dawud)
“Ridha Rabb ada dalam ridha kedua orang tua dan kemarahan Rabb ada dalam kemarahan kedua orang tua.” (HR. Tirmidzi)
Nabi saw. bersabda: Sungguh kecewa, sungguh kecewa dan hina, sungguh kecewa, siapa yang mendapatkan kedua ayah bundanya atau salah satunya sampai tua, kemudia ia tidak dapat masuk sorga. (HR. Muslim)
Hadits ini seolah-olah menggambarkan bagaimana mudahnya seorang akan masuk sorga, asalkan ia masih berbakti kepada keduanya dan mendapat do’a dan keridhoan orang tuanya yang merasa puas kepadanya.
“Dosa-dosa besar ialah: Menyekutukan Allah, dan durhaka pada kedua ayah-bunda dan membunuh manusia dan sumpah palsu (sumpah yang menenggelamkan ke dalam neraka).” (HR. Bukhari)
Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Daripada dosa-dosa besar ialah seseorang yang memaki kedua ayah-bundanya. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah adakah seorang yang memaki ayah-bundanya? Jawab Nabi: Ya. Dia memaki ayah orang lain, maka dibalas memaki pada ayahnya atau dia memaki ibu orang lain, lalu dibalas memaki pada ibunya (HR. Bukhari, Muslim)
1.C. HAK-HAK KAUM KERABAT (AKHLAK KEPADA KAUM KERABAT)
Dan diantara hak kaum kerabat ialah menghubungi mereka semampunya dengan berbagai cara. Menyambungkan tali keluarga/silaturahmi ini merupakan sebagian dari kewajiban Muslim. Sekurang-kurangnya melakukan kunjungan, saling mengucapkan salam, berkirim-kiriman surat dan bertukar hadiah.
Rasulullah SAW bersabda : “Sedekah kepada orang miskin (bernilai) satu sedekah, dan kepada kaum kerabat (dinilai) dua sedekah”.
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (memperguna-kan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu Menjaga dan Mengawasi kamu.” (QS. An-Nisaa’ 4:1)
Seorang bertanya : Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku amal yang dapat memasukkan ke dalam sorga, dan menjauhkan dari api neraka? Jawab Nabi: Menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan dengan-Nya sesuatu apapun, dan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat dan menghubungi famili kerabat. (HR. Bukhari, Muslim)
Bersabda Nabi saw.: Bukan yang disebut menghubungi persaudaraan itu, seorang yang membalas hubungan kebaikan. Tetapi menghubungi persaudaraan itu yaitu jika keluarga sahabat itu memutuskan hubungan lalu dihubungiunya. (HR. Bukhari)
Anas ra. berkata: Bersabda Rasulullah saw.: Siapa ingin dilapangkan rizqinya dan ditunda umurnya (ajalnya) hendaknya menghubungi famili. (HR. Bukhari, Muslim)
Ditunda ajal, ialah diberi berkat dalam umurnya, sehingga bekasnya sangat besar dan luas sekali.
“Orang-orang yang merusak Janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah Perintah-kan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)” (QS. Ar Ra’d 13:25)
“Tiada akan masuk sorga orang yang memutuskan hubungan famili.” (HR. Bukhari, Muslim)
1.D. HAK-HAK TETANGGA (AKHLAK KEPADA TETANGGA)
Hak tetangga yang paling minimal ialah tidak menyakitinya, tidak menyakiti kehormatan, harta, jiwa dan anak. Tetangga jelek ialah yang membikin orang selalu dalam kewaswasan, ketakutan, kesempitan dan kesengsaraan. Seseorang yang tidak memberikan dan menunaikan hak minimal tetangga ini akan dimasukkan ke neraka, meski ia berbuat banyak kebaikan.
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah akan masuk surga seseorang yang tetangganya tidak aman dari bahayanya”. (HR. Muslim)
“Para sahabat menyebut kepada Rasulullah SAW seorang wanita yang rajin shalat, tetapi dia suka menyakiti tetangganya. Rasulullah SAW bersabda, “Ia di neraka”
Hak tetangga yang lain ialah memperhatikan keberadaannya.
“Tidaklah beriman orang yang ia kenyang, sedangkan tetangga di sebelahnya kelaparan dan ia tahu.”
Setelah itu disusul dengan berbuat ihsan, melakukan hubungan dan kebajikan dengan tetangga.
Abu Dzarr ra. berkata: Bersabda Rasulullah saw.: Hai Abu Dzarr, jika engkau memasak kuwah, maka perbanyaklah airnya, dan perhatikan tetanggamu. (HR. Muslim)
Yaitu berikan kepada mereka selayaknya.
Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Hai wanita muslimat, jangan merasa rendah kalau akan memberi hadiah pada tetangga, walau sekedar kikl (ujung kaki) kambing. (HR. Bukhari, Muslim)
Karena hadiah itu akan menimbulkan rasa kasih sayang antara satu pada yang lain, maka jangan sampai terhalang memberikan hadiah itu, karena belum dapat memberi hadiah yang besar dan berharga. Singkatnya segala apa yang pantas untuk dirinya boleh dihadiahkan kepada tetangganya.
“Sebaik-baik teman di sisi Allah ialah yang terbaik kepada temannya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah ialah yang terbaik kepada tetangganya” (HR. Attirmidzi)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnus sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa 4:36)
1.E. HAK KERJA (AKHLAK DALAM BEKERJA)
Seorang Muslim, sebagai refleksi dari kesadarannya terhadap hak kerja, ia selalu menekuni pekerjaannya.
“Sesungguhnya Allah menyukai kamu apabila mengerjakan suatu pekerjaan ditekuninya.”
Hak lain ialah tidak menipu di dalam bekerja.
“Barangsiapa menipu maka bukan dari golonganku.”
Jika dia seorang pedagang, maka tidak boleh menipu dan curang.
Berkenaan dengan pegawai pemerintah atau pekerja umum atau khusus, maka hak pegawai atau pekerja terhadap pekerjaannya, ia harus kuat dalam bekerja, terpercaya dan dapat menjaga pekerjaan, mengetahui detil dan pelaksanaannya.
1.F. HAK MUSLIM (AKHLAK KEPADA SESAMA MUSLIM)
“Hak Muslim terhadap Muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mendatangi undangan dan mendo’akan akan orang yang bersin.”(HR. Khamsah) “Muslim menambahkan, “Jika kamu diundang maka penuhilah dan jika kamu dimintai nasihat maka nasihatilah”
Karena itu hak Muslim sesama Muslim ialah saling menasehati.
“Agama itu nasihat. “Kami bertanya kepada beliau, “Nasihat kepada siapa?” Jawab Rasulullah SAW, “Terhadap Allah, Qur’an, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin dan seluruh kaum Muslimin.”
“Muslim itu saudara Muslim lainnya, tidak menghinakan, menipu dan menzhaliminya. Sesungguhnya salah seorang dari kamu adalah cermin saudaranya, maka jika ia melihat sesuatu yang membahayakan, maka singkirkanlah darinya.”
Dan diantara hak Muslim adalah mengucapkan salam kepada sesama Muslim.
“Dari Abu Hurairah ra, “Rasulullah SAW bersabda, “Yang berkendaraan lebih dahulu mengucapkan salam kepada yang berjalan kaki; yang berjalan kaki mengucapkan salam kepada yang duduk, dan rombongan yang sedikit mengucapkan salam kepada rombongan yang banyak.” (HR. Muslim)
Termasuk dalam kategori salam ini ialah berjabat tangan.
“Tidaklah dua Muslim yang bertemu kemudian mereka berjabat tangan, melainkan Allah mengampuni dosa keduanya sebelum keduanya berpisah.”
“Berjabat tanganlah kamu, karena berjabatan tangan itu dapat menghilangkan kedengkian dan iri hati.”
Dan hak Muslim lainnya ialah mendapat kunjungan ketika ia sakit.
“Barangsiapa menjenguk orang sakit, maka ia selalu berada dalam pekerjaan surga sampai ia kembali.”
Hak Muslim atas Muslim lainnya ialah mendo’akan saudaranya yang sedang bersin.
“Jika salah seorang dari kamu bersin maka ucapkanlah “Alhamdulillah atas setiap keadaan. Dan ucapkan kepadanya, saudaranya atau temannya “Yarhamukallah.” Dan jika temannya mengucapkan itu, maka katakana “Yahdini wayahdikumullah wa yushlih balakum.” (HR. Bukhari)
Dan jika seorang Muslim mengundang saudaranya maka ia berhak didatangi. Karena itu kewajiban yang diundang adalah mendatangi undangan tersebut.
“Barangsiapa diundang kemudian dia tidak memenuhi undangan tersebut, maka ia telah membangkang Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa masuk dengan tanpa diundang, maka ia masuk sebagai pencuri.”
“Jika ada dua orang yang mengundang, maka penuhilah yang paling dekat pintunya. Jika keduanya berdekatan pintu maka yang paling dekat bertetangga. Dan penuhilah yang lebih dulu mengundang.”
Seorang Muslim tidak boleh bersangka buruk terhadap saudaranya. Ini adalah salah satu hak dia atasnya. Juga tidak memata-matai, tidak mendengki, tidak membenci, tidak memberi nama jelek yang tidak disukainya, tidak menzhalimi, tidak menghina dan tidak merusak harta, darah dan kehormatannya.
“Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah saling membenci, mendengki dan bermusuhan; dan hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak dihalalkan bagi seorang Muslim tidak bertegur sapa dengan saudaranya selama lebih dari tiga hari.” (HR. Muslim)
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah dengan berburuk sangka, karena buruk sangka itu sedusta-dusta perkataan. Janganlah memata-matai, mencari-cari kesalahan orang, menyaingi, saling mendengki, saling bermusuhan dan saling mendendam. Dan jadilah kamu sebagai hamba Allah yang bersaudara.”
Hak Muslim lainnya ialah, menolong, membela, menutup aibnya, meringankan kesukarannya, memenuhi hajatnya, memuliakan, menghormati yang besar, menyayangi yang kecil dan menolak orang yang mengghibahnya.
“Bukan dari golonganku, orang yang tidak menyayangi yang kecil dan menghormati yang tua dan menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.” (HR. Tirmidzi)
“Adalah Rasulullah SAW jika datang seorang yang memerlukan sesuatu, menghadapkan kepada sahabat-sahabatnya, sambil berkata,”Tolonglah, kamu akan mendapat pahala dan Allah memutuskan atas lisan Nabi-Nya sekehendak-Nya.”
“Barangsiapa menjaga kehormatan saudaranya, Allah akan menolak api dari wajahnya dari hari kiamah.” (HR. Tirmidzi)
“Barangsiapa menolong orang yang teraniaya sehingga meneguhkan haknya, maka Allah akan meneguhkan kakinya di atas shirath ketika telapak-telapak kaki berguncang.”
“Barangsiapa melapangkan kesusahan dari kesusahan dunia seorang Mu’min, Allah akan melapangkan dari kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa melepaskan kesukaran seorang Mu’min Allah akan melepaskan kesukarannya di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa berjalan di jalan menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.”
Hak Muslim lainnya ialah turut merasakan penderitaannya dan menanggung tugas-tugasnya.
“Dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan orang-orang Mu’min dalam saling saying menyayangi, saling mengasihi dan saling menyintai, laksana satu tubuh, apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh tubuhnya merasa terganggu, seperti terkena tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)
1.G. HAK NONMUSLIM (AKHLAK KEPADA NONMUSLIM)
Kaum Muslimin dilarang memaksa mengubah agama mereka dan tidak boleh membantah keyakinannya kecuali dengan cara yang lebih baik.
1.H. HAK-HAK NEGARA (AKHLAK KEPADA NEGARA)
Jika negara itu kafir, maka kewajiban Muslim berjihad terhadapnya.
Sedangkan jika negara itu negara Muslim yang fasiq, seorang Muslim setidak-tidaknya tidak memberikan dukungan kepada kefasiqannya.
Tetapi jika daulah tersebut benar-benar menjalankan syariat Islam dan menjadi Daulah Islamiyah Shalihah, maka seluruh kaum Muslimin yang berada di dalamnya wajib mentaati Amir mereka dalam hal yang ma’ruf, baik dalam keadaan lapang ataupun sukar, dalam persoalan yang tidak disenangi ataupun yang disenanginya.
1.I. HAK MAKHLUK LAIN
Semua makhluk Allah dari mulai batu-batuan, jalan, binatang, orang-orang kafir yang berada di luar negara Islam, jin, malaikat, ruh, alam ghaib, makanan, minuman dan seluruh yang ada di dunia ini, mempunyai hak masing-masing atas seorang Muslim.
Rasulullah Saw. bersabda: “Ketika seseorang berjalan dalam suatu perjalanan, dia merasakan sangat haus. Lalu, dia menemukan sumur dan turun kedalamnya untuk mengambil air. Ketika hendak minum, tiba-tiba terlihat seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Orang itu berkata, ‘Anjing ini kehausan seperti diriku. Lalu , dia mengisi sepatunya dengan air dan membawa ke atas dengan mulutnya, kemudian diberikannya pada anjing itu. Allah Swt bersyukur kepadanya, lalu mengampuni dosanya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami mendapat pahala karena menyayangi binatang?” Beliau menjawab, “Dalam kasih sayang kepada setiap yang bernyawa terdapat pahala.”
Rasulullah saw. bersabda: Seorang perempuan telah disiksa karena kucing yang telah dikurungnya hingga mati, maka ia masuk ke dalam neraka, karena ketika ia mengurung tidak diberinya makan dan tidak dilepaskan untuk mencari makan sendiri dari binatang-binatang bumi yang menjadi makanannya. (HR. Bukhari, Muslim)
Rasulullah memerintahkan barangsiapa yang hendak menyembe-lih hewan, hendaklah ia mengasah atau mempertajam pisaunya dan mempercepat proses penyembelihannya. Janganlah ia menyembelih binatang, sementara binatang lain melihatnya. Jadi memang begitulah, kasih sayang dalam Islam mencakup atas segala makhluk.
“Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik kepada sesuatu. Oleh karena itu jika kamu membunuh, maka perbaikilah cara membunuhnya, dan apabila kamu menyembelih maka perbaikilah cara menyembelihnya dan tajamkanlah pisaunya serta mudahkanlah penyembelihan-nya itu.” (HR. Muslim)

ROSULULLOH, Gue Buankets

KIAT RASULULLAH S.A.W.
Petikan dari buku Cara Rasulullah S.A.W. menghindari dan menyembuhkan Penyakit
(Disusun Oleh : Ibnu Qaiyum)

PENYEBAB RUSAKNYA BADAN, Perkara yang menyebabkan rusaknya badan yaitu perasaan cemas, gelisah, lapar dan tidak tidur malam (bukan tujuan qiyamullail)MENERANGKAN PENGLIHATAN, Perkara yang bisa menerangkan pandangan dan menyejukkan hati yaitu melihat pada warna hijau, melihat air yang mengalir, melihat orang/barang yang disayangi dan melihat dedaunan.
Perkara yang bisa menggelapkan pandangan yaitu berjalan tanpa alas kaki (berkaki ayam), menyambut waktu pagi dengan wajah murka (masam), banyak menangis dan banyak membaca tulisan yang kecil-kecil.

PENYEBAB WAJAH BERSINAR, Perkara yang bisa menyebabkan wajah kelihatan kering (hilang cahaya) yaitu berdusta, tidak mempunyai perasaan malu, banyak bertanya tanpa ilmu dan banyak berbuat dosa.
Perkara yang bisa menyebabkan wajah bersinar yaitu menjaga marwah, jujur, dermawan dan takwa.

PERASAAN BENCI, Perkara yang menyebabkan perasaan benci yaitu sombong, dengki, berdusta dan suka mengadu domba.

PERKARA YANG MENDATANGKAN DAN MENGHALANGI REZEKI, Perkara yang bisa menyebabkan datangnya rezeki yaitu Qiyamullail (beribadah di waktu malam setelah tidur), banyak membaca istighfar di waktu sahur (waktu sebelum masuk waktu subuh), bersedekah dan berzikir di waktu pagi dan petang.
Perkara yang menyebabkan rezeki terhalang yaitu tidur di waktu pagi, sedikit mengerjakan sholat, malas dan khianat.

KEFAHAMAN DAN DAYA INGAT, Perkara yang bisa menyebabkan rusaknya ingatan dan kefahaman yaitu senantiasa makan buah yang masam, tidur pada tengkuk (belakang kepala), hati sedih dan fikiran cemas.
Perkara yang menyebabkan bertambahnya daya ingatan dan kefahaman yaitu kegembiraan hati, sedikit makan dan sedikit minum, mengawali makanan dengan sesuatu yang manis dan berlemak serta mengurangi kelebihan yang memberatkan badan.

BAGAIMANAKAH RASULULLAH S.A.W.

1. MAKAN
Nabi S.A.W. makan menggunakan tangan kanan. Sewaktu makan, baginda menggunakan 3 jari dan sesudah makan jari-jarinya dihisap sebelum membersihkannya.
Baginda makan menggunakan suapan yang kecil, berhati-hati hingga makanan tidak terjatuh dari dulang atau tempat hidangan.

Baginda sering bertanya apakah hidangan makanan itu berbentuk hadiah atau sedekah. Bila makanan itu berbentuk sedekah, baginda tidak memakannya dan menyuruh sahabat makan tetapi bila makanan itu berbentuk hadiah, baginda akan turut makan bersama. (Riwayat Bukhari, Muslim, Nasaai dari Abu Hurairah)

2. TIDUR
Apabila Nabi S.A.W. merebahkan diri di tempat tidur, baginda sering berdoa yang artinya : "Alhamdulillah yang telah memberi kami makan, minum, tempat perlindungan dan keperluan hidup karena masih banyak yang kurang makan, minum dan tidak mempunyai tempat tidur. " (Riwayat Bukhari Muslim, Abu Daud, Termizi dan Nasaai dari Anas)
Di waktu Nabi S.A.W. hendak tidur, baginda meletakkan tangan kanannya dibawah pipi kanan baginda. (Riwayat Thabarany dari Hafshah)

Sebelum Nabi S.A.W. memejamkan mata, baginda berdoa yang artinya : "Ya Allah, dengan namaMu aku hidup dan dengan namaMu aku mati. "
Bila bangun dari tidur, baginda mengucapkan: "Alhamdulillah yang menghidupkan kami sesudah kami dimatikan dan kepadaNya kami akan kembali berkumpul, " (Riwayat Ahmad, Muslim dan Nasaai dari al-Barraaq).

3. MARAH
Kemarahan Nabi S.A.W. adalah karena kebenaran, artinya karena kebenaranlah baginda melahirkan kemarahannya.
Nabi S.A.W. marah dengan cara sopan, sesuai dengan do'anya ini, yaitu: "Aku mohonkan kepada Engkau kalimat kebenaran pada saat marah dan suka. "

Maksudnya, Rasulullah S.A.W. tidak berkata kecuali yang benar saja begitu juga waktu marah atau waktu tidak marah. Kemarahan Rasulullah S.A.W. karena ada perkara yang tidak disukai yang menyalahi dari yang benar sebagaimana yang diajarkan agama atau yang terang-terangan dilarang oleh agama.
[Kitab Matan al-Arba'in - Sheikh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfuan-Nawawi]

Imam Ghazali berkata: "Kemarahan manusia bermacam-macam. Setengahnya lekas marah, lekas tenang dan lekas hilang. setengahnya lambat marah, lambat pula redanya. Setengahnya lambat akan marahnya dan lekas pula hilangnya. Yang akhir inilah yang terpuji. "

4. KETAWA
Bila nabi S.A.W. ketawa, baginda akan meletakkan tangan di mulut baginda dan bila terjadi sesuatu yang mengembirakan, baginda akan mengucap syukur kepada Allah. Bila bercakap-cakap, baginda sentiasa tersenyum. (Riwayat Abu Daud dan Abu Musa)

5. WARNA dan PAKAIAN KESUKAAN
Warna yang disukai nabi S.A.W. ialah hijau dan pakaian yang digemari ialah habarah seperti kemeja panjang berwarna putih. (Riwayat Bukhari Muslim)

DOSA-DOSA BESAR

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami Hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa yang kecil) dan Kami Masukkan kamu ke Tempat yang mulia (Surga).” (QS. An Nisa’ 4:31)
“Dan hanya Kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia Memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan Memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan Pahala yang lebih baik (Surga). (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguh-nya Tuhan-mu Maha Luas Ampunan-Nya. Dan Dia lebih Mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia Menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dia-lah yang paling Mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm 53:31-32)1.A. BERHATI-HATI TERHADAP DOSA
“Dan mereka berkata, “Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja,” Kata-kanlah, “Sudahkah kamu menerima Janji dari Allah sehingga Allah tidak akan Memungkiri Janji-Nya ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah 2:80-81)
“Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembu-nyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.” (QS. Al-An’am 6:120)
1.B. PENYEBAB MANUSIA TERPEROSOK KEDALAM DOSA
Menurut Imam Al-Ghazali, ada 4 penyebab pokok terperosoknya manusia ke dalam dosa :
1. Siksaan yang diancamkan bagi pelaku dosa dianggap merupakan hal gaib yang dianggap tidak akan pernah terjadi
2. Nafsu yang membangkitkan kepada dosa itu, kesenangannya sekarang juga
3. Biasanya pelaku dosa berikhtiar untuk bertobat dan selalu berupaya menutupinya dengan perbuatan baik tanpa berusaha menghentikan dosanya.
4. Manusia umumnya berkeyakinan bahwasannya perbuatan dosa bukanlah sesuatu yang mustahil dimaafkan Tuhan.
1.C. DOSA-DOSA BESAR
Nabi saw. sewaktu ditanya sahabat: “Dosa itu apa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dosa ialah sesuatu yang terbentik dalam hatimu dan kamu tak suka orang banyak mengetahuinya.”
1. Syirik (menyekutukan Allah)
“Sesungguhnya Allah tidak akan Mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa memperseku-tukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ 4:48)
2. Durhaka pada kedua orang tua
Bersabda Nabi saw.: Dosa-dosa besar itu, ialah: Memperse-kutukan Allah, dan durhaka terhadap kedua ayah bunda dan membunuh jiwa (orang) dengan tiada hak dan sumpah palsu (HR. Bukhari)
3. Memutuskan silaturahmi
“Tiada akan masuk sorga orang yang memutuskan hubungan famili.” (HR. Bukhari, Muslim)
“Jangan benci-membenci dan jangan hasud (iri hati) mengha-sud dan jangan belakang-membelakangi dan jangan putus-memutuskan hubungan. Jadilah kamu sekalian hamba Allah bersaudara, tidak dibolehkan seorang Muslim memboikot sesama orang Muslim lebih dari tiga hari.” (HR. Bukhari, Muslim)
“Pintu-pintu sorga terbuka pada hari Senin dan Kamis, maka diampunkan tiap orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, kecuali orang yang masih bersengketa dengan saudaranya, maka dikatakan: Nantikan-lah dua orang ini sehingga berdamai.” (HR. Muslim)
4. Menipu
“Siapa yang mengangkat senjata pada kami, bukan dari ummatku, dan siapa yang menipu kami bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)
5. Menyakiti orang
Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera minta halal (ma’af)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar atau dirham, jika ia mempunyai amal salih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)
6. Mencari-cari aib orang dan atau menceritakannya
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat 49:12)
7. Mengingkari janji/dusta
“Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa.” (QS. Al-Jatsiyah 45:7)
8. Meninggalkan shalat wajib
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya; maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam 19:59)
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (Al Maa’uun 107:4-7)
9. Boros atau pelit
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhan-nya.” (QS. Al Isra’ 17:26-27)
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah Berikan kepada mereka dari Karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebe-narnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan Kepunyaan Allah-lah segala Warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran 3:180)
10. Mengkhianati kepercayaan
“Dan janganlag kamu berdebar (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa.” (QS. An Nisa’ 4:107)
11. Riya
Rasulullah saw. bersabda: Allah telah berfirman: Aku terkaya dari semua sekutu, untuk dipersekutukan, maka siapa beramal suatu perbuatan yang dipersekutukan kepada yang lain, maka Aku tinggalkan ia pada sekutu itu. (HR. Muslim)
12. Meminum khamar dan Berjudi
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah Menerangkan Ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir, tentang dunia dan akhirat.” (QS. Al Baqarah 2:219-220)
13. Makan/minum yang diharamkan
“Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala.” (al-Maidah:3)
14. Tidak berpuasa di bulan Ramadhan, padahal tanpa halangan
15. Laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya
Rasulullah saw. mela’nat orang laki-laki yang meniru perempuan dan orang perempuan yang meniru lelaki. (HR. Bukhari)
16. Percaya pada sihir, dukun dan sebangsanya
“Tinggalkanlah tujuh dosa yang membinasakan. Sahabat bertanya: Apakah itu ya Rasulullah? Bersabda Nabi: Syirik (menyekutukan) Allah. Dan sihir (tenung). Dan membunuh jiwa manusia yang diharamkan oleh Allah kecuali karena hak. Dan makan riba. Dan makan harta anak yatim. Dan lari pada waktu perang jihad fisabilillah. Dan menuduh wanita mu’minat yang sopan dengan perzinaan.” (HR. Bukhari, Muslim)
“Siapa yang datang kepada tukang tebak dan menanyakan sesuatu lalu dipercayainya, maka tidak diterima shalatnya empat puluh hari.” (HR. Muslim)
17. Aniaya pada hewan
Rasulullah saw. bersabda: Seorang perempuan telah disiksa karena kucing yang telah dikurungnya hingga mati, maka ia masuk ke dalam neraka, karena ketika ia mengurung tidak diberinya makan dan tidak dilepaskan untuk mencari makan sendiri dari binatang-binatang bumi yang menjadi makanannya. (HR. Bukhari, Muslim)
18. Mencuri
“Hai nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah 60:12)
19. Dengki dan dendam
“Maka diantara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang mengalangi (manusia) beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinnya.” (QS. An-Nisa’ 4:55)
20. Mengolok-olok
“Hai orangorang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujurat 49:11)
21. Menghina
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dan mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (naik) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang (al-Humazah 104:1- 9)
22. Bermulut kasar
“Allah tidak Menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa’ 4:148)
Ucapan buruk sebagai mencela orang, memaki, menerangkan keburu-kan-keburukan orang lain, menyinggung perasaan seseorang, dsb.
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.” (QS. Al Qalam 68: 10-13)
23. Membuang air kecil/besar di tempat-tempat yang dilalui
Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu dari dua tempat-tempat kutukan orang. Ditanya: Apakah dua tempat yang dikutuk itu? Jawab Nabi saw.: Orang yang buang air di jalan orang atau tempat berteduh (bernaung) mereka.” (HR. Muslim)
24. Duduk di atas kubur
“Kalau seorang duduk di atas bara api hingga terbakar pakaian dan menembus ke badannya, maka yang demikian itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kubur.” (HR. Muslim)
25. Berjalan di muka orang shalat
“Andaikata orang yang berjalan di depan orang shalat itu mengetahui bagaimana besar dosanya, niscaya kalau ia berdiri empat puluh lebih baik dari berjalan di muka orang shalat.” (HR. Bukhari, Muslim)
Yang meriwayatkan hadits ini berkata: Saya tidak tahu apakah empat puluh hari atau bulan atau tahun.
26. Makan/minum dari peralatan yang dibuat dari emas/perak
“Jangan kamu memakai sutra yang halus atau tebal, dan jangan minum dalam wadah mas dan perak, dan jangan makan di bejananya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Hudzaifah r.a. berkata: Nabi saw. telah melarang kami memakai sutra tipis dan tebal, dan minum dalam wadah mas dan perak, sambil berkata: Itu semua untuk mereka orang kafir di dunia dan untuk kamu di akherat. (HR. Bukhari, Muslim)
27. Menganiaya anak yatim atau orang miskin
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan Agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al Maa’uun 107: 1-3)
“Sesungguhnya mereka yang makan harta anak yatim dengan kejam mereka hanya memakan api dalam perutnya dan mereka akan masuk neraka sya’ir.” (QS. An Nisa’ 4:10)
Bersabda Nabi saw.: Tinggalkanlah tujuh dosa yang akan membinasakan. Sahabat bertanya: Apakah itu ya Rasulul-lah? Jawab Nabi: Syirik. Dan sihir. Dan membunuh jiwa yang tidak bersalah, kecuali dengan hak. Dan makan riba. Dan makan harta anak yatim. Dan lari pada waktu perang jihad. Dan menuduh wanita mu’minat yang sopan dengan tuduhan berzina. (HR. Bukhari, Muslim)
1.D. PENGHAPUS-PENGHAPUS DOSA
1. Tuhan mengampuni dosa dengan taubat
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’ 4:110)
Iringi taubat dengan usaha memperbaiki diri :
“Kemudian, sesungguhnya Tuhan-mu (Mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebo-dohannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan mem-perbaiki (dirinya), sesungguhnya Tuhan-mu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl 16:119)
Tobat yang diterima Allah :
“Sesungguhnya tobat di Sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang Diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An Nisa’ 4:17)
Jangan berputus asa dari ampunan Allah :
“Katakanlah, “Hai Hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengam-pun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar 39:53)
2. Perbuatan baik dapat menghapuskan dosa
“… Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu meng-hapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud 11:114)
Susullah suatu perbuatan maksiyat dengan perbuatan taat yang dapat mengimbanginya agar dosa maksiyat itu tertutupi oleh pahala taat.
3. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di Jalan Allah dengan harta dan jiwa
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih ? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam syurga ‘And. Itulah keberuntungan yang besar. (Ash Shaff 61:10-12)
4. Shalat lima waktu adalah kiffarah
Rasulullah saw. bersabda, “Seandainya ada sebuah sungai di depan rumah salah seorang dari kamu dan ia mandi di sana lima kali sehari, apakah menurutmu masih akan ada kotoran yang tersisa di tubuhnya?” Mereka berkata, “Tidak akan ada sedikitpun kotoran yang tersisa di tubuhnya.” Nabi Muhammad Saw. menambahkan, “Ini adalah ibarat (menger-jakan) shalat lima waktu menghapus perbuatan yang jahat (dosa).” (HR. Bukhari)
5. Jihad fi sabilillah dan mati syahid
Ketika Rasulullah saw. berdiri berkhutbah bersabda: Sesung-guhnya jihad fisabilillah dan iman percaya kepada Allah, seutama-utama amal perbuatan. Maka seorang bertanya: Bagaimana jika saya terbunuh fisabilillah, apakah akan tertebus dosa-dosaku? Jawab Nabi: Ya. Jika kau terbunuh fisabilillah sedang kau sabar ikhlas maju tidak mundur. Kemudian Nabi bertanya: Bagaimana keteranganmu tadi? Berkata orang itu: Bagaimana jika saya terbunuh fisabilillah, dapatkah tertebus semua dosa-dosaku? Jawab Nabi: Ya. Jika kau sabar ikhlas maju dan tidak mundur, kecuali hutang. Karena Jibril berkata demikian kepadaku. (HR. Muslim)

MENGENDALIKAN LIDAH

Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya sorga.” (HR. Bukhari)
Diantara perkataan ada yang buruk dan ada yang lebih buruk, ada yang keji dan ada yang lebih keji, ada yang baik dan ada yang lebih baik.
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan yang lebih baik. Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka.” (al-Isra’:53)Diantara kewajiban utama kita dalam urusan lidah ini ialah menggunakannya dalam da’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf, nahi munkar, mendamaikan persengketaan dan menyerukan kebaikan dan taqwa.
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran:104)
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadqah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia.” (an-Nisa’:114)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa.” (al-Mujadilah:9)
Tetapi daftar kewajiban lidah dan larangannya sangat banyak.
1.A. BAHAYA LIDAH DAN KEUTAMAAN DIAM
Bahaya lidah sangat besar.
Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya sorga.” (HR. Bukhari)
Rasulullah saw. ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam sorga, lalu beliau bersabda: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik.” Dan beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, kemudian beluai bersabda: “Dua hal yang kosong: Mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi)
Mu’adz bin Jabal berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?” Nabi saw. bersabda: “Bagaimana kamu ini wahai Ibnu Jabal, tidaklah manusia dicampakkan ke dalam api neraka kecuali karena akibat lidah mereka.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya.” (HR. Thabrani, Ibnu Abu Dunya, al-Baihaqi)
Dari Shafwan bin Sulaim, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi badan? Diam dan akhlaq yang baik.” (HR. Ibnu Abu Dunya)
Nabi saw. bersabda: “Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian kamu dapat mengalahkan syetan.” (HR. Thabrani, Ibnu Hibban)
Sesungguhnya lidah orang Mu’min berada di belakang hatinya; apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka ia merenungkannya dengan hatinya kemudian lidahnya menunaikannya. Sedangkan lidah orang munafiq berada di depan hatinya; apabila menginginkan sesuatu maka ia menunaikannya dengan lidah dan hatinya.
Umar ra. berkata, “Siapa yang banyak omongnya banyak kesalahannya, siapa yang banyak kesalahannya banyak pula dosanya, dan siapa yang banyak dosanya maka api neraka lebih cocok untuknya.”
Apa sebabnya diam memiliki keutamaan demikian besar? Maka ketahuilah bahwa sebabnya adalah karena banyaknya penyakit lidah. Penyakit yang banyak ini sangat mudah dan ringan meluncur dari lidah, terasa manis di dalam hati dan memiliki berbagai dorongan dari tabi’at syetan. Disamping bahwa di dalam diam itu terkandung kewibawaan, konsentrasi untuk berfikir, dzikir dan ibadah. Dalam diam juga terkandung keselamatan dari berbagai tanggungjawab perkataan di dunia dan hisabnya di akhirat.
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18)
Perkataan terbagi atas empat bagian: Perkataan yang berbahaya sepenuhnya, perkataan yang bermanfaat sepenuhnya, perkataan yang mengandung manfaat dan bahaya, perkataan yang tidak berbahaya dan tidak bermanfaat.
Pada perkataan yang berbahaya sepenuhnya maka kita harus diam tidak mengucapkannya. Demikian pula perkataan yang mengandung bahaya dan manfaat. Adapun perkataan yang tidak mengandung bahaya dan tidak pula bermanfaat maka ia adalah fudhul (hal yang berlebih dari yang diperlukan); menyibukkan diri dengannya berarti menyia-nyiakan waktu dan merupakan kerugian.
1.B. PENYAKIT-PENYAKIT LIDAH
Berikut ini penyakit-penyakit lidah dan dimulai dengan yang paling ringan kemudian meningkat kepada yang lebih berat :
1.b.i. Penyakit Pertama: Pembicaraan yang tidak Berguna
Jika Anda berbicara tentang sesuatu yang tidak Anda perlukan dan tidak bermanfaat bagi Anda, maka berarti Anda menyia-nyiakan waktu. Anda akan dihisab atas perbuatan lidah Anda dan berarti Anda telah mengganti yang lebih baik dengan yang lebih rendah. Kalau Anda pergunakan waktu bicara tersebut untuk berfikir bisa jadi Anda akan mendapatkan limpahan rahmat Allah pada saat tafakkur sehingga sangat besar manfaatnya. Sekiranya Anda memuji Allah, menyebut-Nya dan mengagungkan-Nya niscaya hal itu lebih baik. Berapa banyak satu kalimat yang dengannya dibangun istana di sorga.
Sekalipun pembicaraan yang tidak berguna tidak berdosa, tetapi dia telah merugi karena terluput mendapatkan keuntungan besar dari dzikrullah. Diamnya orang Mu’min hendaknya merupakan tafakkur, penglihatannya merupakan pengambilan pelajaran, dan ucapannya merupakan dzikir. Bahkan modal hamba adalah waktunya. Bila dipergunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat baginya dan tidak dipakai untuk menimbun pahala di akhirat maka sesungguhnya dia telah menyia-nyiakan modalnya.
“Termasuk tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Batasan perkataan yang tidak bermanfaat bagi Anda ialah Anda mengatakan sesuatu pembicaraan yang sekiranya Anda tidak mengucapkannya maka Anda tidak berdosa dan tidak membahayakan keadaan ataupun harta. Misalnya, menyebutkan kisah perjalanan Anda, menanya orang lain tentang sesuatu yang tidak bermanfaat bagi Anda, karena dengan pertanyaan itu berarti Anda menyia-nyiakan waktu Anda dan Anda telah memaksa teman Anda untuk menjawabnya sehingga dia pun terbawa kepada hal yang sia-sia.
Obat dari semua ini adalah mengetahui bahwa dirinya akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap kata yang diucapkan, lidahnya adalah jarring yang bisa dipakai untuk mendapatkan bidadari sorga, menyia-nyiakan hal tersebut merupakan kerugian yang nyata. Itulah obat dari segi ilmu. Dari segi amal adalah dengan ‘uzlah atau meletakkan kerikil di dalam mulutnya atau mewajibkan dirinya untuk diam tidak mengatakan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya sehingga lidahnya terbiasa meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.

1.b.ii. Penyakit Kedua: Berlebihan dalam Berbicara
Meliputi pembicaraan yang tidak bermanfaat dan menambah pembicaraan yang bermanfaat sehingga melebihi keperluan.
Ibrahim at-Taimi berkata, “Apabila seorang Mu’min ingin berbicara maka ia melihat, jika menguntungkan dirinya ia berbicara tetapi jika merugikan maka ia menahan diri. Orang yang durhaka adalah orang yang lidahnya terumbar bebas.”
Sebagian kaum bijak bestari berkata, “Apabila seseorang berada dalam sebuah majlis lalu berambisi untuk bicara maka hendaklah ia diam dan apabila diam lalu selalu ingin diam, maka hendaklah ia berbicara.”
Yazid bin Abu Hubaib berkata, “Termasuk fitnah seorang alim ialah jika dia lebih suka berbicara ketimbang mendengarkan. Jika sudah ada orang yang berbicara cukup maka mendengarkan adalah keselamatan sedangkan ikut berbicara adalah kelebihan omongan dan kekurangan.”

1.b.iii. Penyakit Ketiga: Melibatkan Diri dalam Pembicaraan yang Batil
Yakni pembicaraan tentang berbagai kemaksiatan. Orang yang terlalu banyak berbicara tentang hal yang tidak berguna tidak akan aman dari terlibat dalam kebatilan.
“Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.” (an-Nisa’:140)
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang membuat teman-teman duduknya tertawa, tetapi ucapan tersebut menjerumuskan-nya lebih jauh dari bintang Trusaya.” (HR. Ibnu Abu Dunya)
Ibnu Sirin berkata, “Seorang Anshar melewati suatu majlis mereka lalu dia berkata kepada mereka, ‘Berwudhu’lah karena sebagian yang kalian ucapkan lebih buruk dari hadats’.”

1.b.iv. Penyakit Keempat: Perbantahan dan Perdebatan
“Janganlah kamu mendebat saudaramu, janganlah kamu mempermainkan-nya, dan janganlah kamu membuat janji dengannya lalu tidak kamu tepati.” (HR. Tirmidzi)
“Siapa yang meninggalkan perbantahan padahal dia benar maka dibangun untuknya sebuah rumah di sorga yang paling atas. Siapa yang meninggalkan perbantahan sedangkan dia salah maka dibangun untuknya sebuah rumah di bagian pinggir sorga.” (HR. Tirmidzi)
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah Allah menunjuki mereka kecuali karena mereka melakukan perdebatan” (HR. Tirmidzi)
Perbantahan ialah setiap sanggahan terhadap pembicaraan orang lain dengan menampakkan ketimpangan di dalamnya. Meninggalkan perbantahan adalah dengan meninggalkan pengingkaran dan sanggahan. Setiap pembicaraan yang Anda dengar jika tidak berkaitan dengan urusan agama [juga tidak menimbulkan kerusakan] maka hendaklah Anda mendiamkannya.
Motivasi yang menggerakkan penyakit ini adalah rasa superioritas dengan menampakkan ilmu dan keunggulan disertai serangan terhadap orang lain dengan menampakkan kekurangannya. Kedua hal ini adalah syahwat batin bagi jiwa.

1.b.v. Penyakit Kelima : Pertengkaran
Ia lebih berat dari perbantahan dan perdebatan. Perbantahan adalah pengertian tentang perkara yang berkaitan dengan memenangkan pendapat atau pemikiran tanpa terkait tujuan selain melecehkan orang lain, dan menampakkan keunggulan dan kepintarannya. Sedangkan pertengkaran adalah bersikeras dalam pembicaraan untuk mendapatkan harta atau hak yang direncanakan.
“Orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang paling keras dalam pertengkaran.” (HR. Bukhari)
Jika Anda berkata, bila manusia memiliki hak lalu untuk mendapatkannya atau menjaganya dia harus bertengkar karena dizalimi, maka bagaimana hukumnya dan bagaimana pertengkaran itu dicela, Maka ketahuilah bahwa celaan ini ditujukan kepada orang yang bertengkar dengan cara yang batil dan tanpa ilmu.
Celaan ini juga ditujukan kepada orang yang menuntut haknya tetapi tidak membatasi diri sesuai keperluannya.
Perkataan yang baik adalah lawan dari pertengkaran, perbantahan, perdebatan yang notabene merupakan perkataan yang dibenci, dapat melukai hati, dapat mengeruhkan kehidupan, dan membangkitkan kemarahan dan membuat dada panas.
“Hal yang akan memasukkan kamu ke dalam sorga (diantaranya) adalah perkataan yang baik dan memberi makan.” (HR. Thabrani)
“Dan ucapkanlah perkataan yang baik kepada manusia.” (al-Baqarah: 83)
“Takutlah kalian akan api neraka sekalipun dengan sebelah biji korma; jika kamu tidak punya maka dengan perkataan yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1.b.vi. Penyakit Keenam: Berkata Keji, Jorok dan Cacian
“Jauhilah kekejian, karena Allah tidak menyukai kekejian dan membuat-buat kekejian.” (HR. Nasa’i, al-Hakim dan Ibnu Majah)
“Orang Mu’min itu bukanlah orang yang suka melukai, bukan orang yang suka melaknat, bukan orang yang suka berkata keji dan bukan pula orang yang suka berkata kotor.” (HR. Tirmidzi)
“Berkata kotor dan vulgar adalah dua cabang diantara cabang-cabang nifaq.” (HR. Tirmidzi, al-Hakim)
Yang dimaksud dengan perkataan vulgar (al-bayan) disini adalah mengungkapkan sesuatu yang tidak boleh diungkapkan. Atau berterus terang menyampaikan apa yang manusia merasa malu mengungkapkannya secara vulgar.

“Sesungguhnya kekejian dan saling berkata keji bukan dari Islam sama sekali, dan sesungguhnya orang yang paling baik keislamannya adalah orang yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abu Dunya)
Hakikat berkata keji ialah mengungkapkan hal-hal yang buruk dengan ungkapan-ungkapan yang vulgar. Kebanyakan hal tersebut berkaitan dengan masalah seksual dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Orang-orang yang rusak memiliki ungkapan-ungkapan vulgar dan keji yang dipergunakan untuk mengungkapkan hal tersebut, sedangkan orang-orang shalih menghindarinya dan menggunakan bahasa-bahasa kiasan. Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya Allah sangat pemalu lagi Mahamulia; mema’afkan dan menggunakan bahasa kiasan – memakai kata ‘menyentuh’ untuk mengungkapkan jima. Jadi, menyentuh, masuk dan bergaul adalah kiasan untuk jima’, dan kata-kata itu tidak keji. Penggunaan bahasa kiasan juga dipakai untuk membuang hajat untuk buang air.
Ada ungkapan-ungkapan keji yang tidak layak disebutkan dan biasanya dipakai untuk mencaci.
Hal yang mendorong berkata keji diantaranya keinginan untuk menyakiti atau kebiasaan akibat pergaulan dengan orang-orang fasik dan orang-orang hina yang diantara kebiasaan mereka adalah mencaci-maki.
Seorang Arab badui berkata kepada Rasulullah saw, “Wasiatilah aku.” Nabi saw. bersabda: “Kamu harus bertaqwa kepada Allah; jika seseorang mencelamu dengan sesuatu yang diketahuinya ada pada dirimu maka janganlah kamu membalas mencelanya dengan sesuatu yang ada pada dirinya, niscaya dosanya kembali kepadanya dan pahalanya untuk kamu, dan janganlah kamu mencela sesuatu.” Orang Arab Badui itu berkata, “Setelah itu aku tidak pernah mencela sama sekali.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
“Mencaci-maki orang Mu’min adalah kefasikan sedangkan membunuhnya adalah kekafiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dua orang yang saling mencaci-maki apa yang mereka katakan, maka adalah atas (tanggungan) orang yang memulai dari keduanya sampai orang yang teraniaya melampaui batas.” (HR. Muslim)
“Diantara dosa besar adalah seseorang mencaci kedua orang tuanya..” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencaci kedua orang tuanya?” Nabi saw. bersabda: “Dia mencaci bapak seseorang lalu orang itu mencaci bapaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1.b.vii. Penyakit Ketujuh: Nyanyian dan Syair
Adapun syair, maka perkataannya yang baik adalah baik dan perkataannya yang buruk adalah buruk. Tetapi berkonsentrasi penuh untuk syair adalah tercela.
Membaca syair tidak haram jika tidak mengandung kata-kata yang dibenci.

1.b.viii. Penyakit Kedelapan: Senda Gurau
Asalnya tercela dan dilarang kecuali dalam kadar yang sedikit.
Yang dilarang adalah senda gurau yang berlebihan atau terus menerus, karena bersenda gurau secara terus menerus berarti sibuk dengan permainan dan hal yang sia-sia. Senda gurau yang berlebihan akan menyebabkan banyak tertawa padahal banyak tertawa itu bisa mematikan hati dan menjatuhkan kewibawaan. Senda gurau yang terbebas dari hal-hal tersebut tidak tercela.
Diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda “Sesungguhnya aku bersenda gurau tetapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar.”
Orang seperti Nabi saw. bisa bersenda gurau tanpa berdusta, sedangkan orang selainnya apabila telah membuka pintu senda gurau maka tujuannya adalah membuat orang tertawa sesukanya. Padahal Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu perkataan yang membuat teman-teman duduknya tertawa, tetapi dengan perkataan itu dia terjerumus ke dalam api neraka lebih jauh dari bintang tsuraiya.”
Selain itu banyak tertawa juga menjadi tanda kelalaian dari akhirat. Nabi saw. bersabda :
“Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tertawa yang tercela adalah tertawa terbahak-bahakn sedangkan tertawa yang terpuji adalah tersenyum hingga terlihat giginya tetapi tanpa terdengar suara keras. Demikianlah senyum Rasulullah saw. (Hadits semakna dengan ini terdapat di dalam riwayat Muslim)

1.b.ix. Penyakit Kesembilan: Ejekan dan Cemoohan
Hal ini diharamkan, karena dapat menyakiti.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (al-Hujurat:11)
Arti ejekan ialah penghinaan, pelecehan dan penyebutan berbagai aib atau kekurangan untuk mentertawakannya.
Dari Abdullah bin Zam’ah bahwa ia mendengar Rasulullah saw berkhutbah lalu menasihati mereka tentang tertawa mereka kepada orang yang kentut. Nabi saw. bersabda: “Mengapa salah seorang diantara kalian menertawakan apa yang diperbuatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

1.b.x. Penyakit Kesepuluh: Janji Palsu
Lidah sangat mudah memberikan janji, sedangkan jiwa terkadang tidak memungkinkan untuk menepatinya sehingga janji itu teringkari.
“Wahai orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janji (kalian).” (al-Ma’idah:1)
Ibnu Mas’ud tidak pernah memberikan janji kecuali dengan mengatakan ‘insya Allah’. Ini lebih utama. Kemudian jika hal itu difahami sebagai kepastian janji maka harus ditepati kecuali berhalangan. Jika pada saat memberikan janji sudah bertekad untuk tidak menepati maka hal itu adalah nifaq.
“Empat hal siapa yang berada padanya maka dia adalah munafiq dan siapa yang salah satu sifat tersebut ada padanya maka pada dirinya ada salah satu sifat nifaq hingga ditinggalkannya: Apabila berbicara berdusta, apabila berjanji mengingkari, apabila membuat kesepakatan berkhianat, dan apabila bertengkar berlaku curang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
1.b.xi. Penyakit Kesebelas: Berdusta dalam Perkataan dan Sumpah
“Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan, sedangkan kedurhakaan menyeret ke neraka, dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi saw. bersabda :
“Aku (bermimpi) melihat seolah-olah ada orang yang datang kepadaku seraya berkata “bangunlah”, lalu aku bangkit bersamanya, kemudian tiba-tiba aku bertemu dua orang lelaki; yang satu berdiri sedangkan yang lain duduk. Di tangan orang yang berdiri ada pengait dari besi lalu menjejalkannya ke dagu orang yang dudul lalu menariknya hingga sampai ke pundaknya, kemudian ia menariknya lalu menjejalkannya ke sisi yang lain lalu memanjangkannya; apabila ia memanjangkannya maka sisi yang lain kembali seperti semula. Kemudian aku bertanya kepada orang yang membangunkan aku, ‘apa ini?’ Ia berkata, ‘Ini adalah seorang pendusta yang disiksa di kuburnya hingga hari kiamat’.” (HR. Bukhari)
Rasulullah saw. bersabda dalam keadaan bersandar: “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar, yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Kemudian Rasulullah saw. duduk dan bersabda: “Ketahuilah dan berkata dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya seorang hamba berdusta sekali sehingga malaikat menjauh darinya sejauh perjalanan satu mil karena busuknya apa yang diperbuatnya itu.” (HR. Tirmidzi)

Dusta yang Ditoleransi
Maimun bin Mahran berkata, “Dusta dalam sebagian perkara lebih baik dari kejujuran. Bagaimanakah pendapatmu jika ada seseorang yang mengejar orang lain dengan membawa pedang untuk membunuhnya lalu orang yang dikejar itu masuk rumah, kemudian orang yang mengejar itu bertanya kepadamu ‘Apakah kamu melihat si Fulan?’. Apa yang akan Anda katakana? Tidakkah Anda menjawabnya, ‘Tidak tahu?’ Anda tentu tidak jujur kepadanya, tetapi kedustaan ini wajib Anda lakukan.
Pembicaraan adalah sarana untuk mencapai tujuan. Setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai dengan kejujuran dan kedustaan maka melakukan kedustaan dalam hal ini adalah haram. Jika bisa dicapai dengan kedustaan tetapi tidak bisa dicapai dengan kejujuran maka kedustaan dalam hal ini adalah mubah, jika pencapaian hal itu memang mubah, atau wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri wajib dilakukan.
Dari Ummu Kultsum, ia berkata: Aku tidak pernah mendengar Rasulullah saw. memberikan keringanan dalam berdusta kecuali menyangkut tiga hal: Seseorang yang mengucapkan perkataan untuk tujuan perdamaian, seseorang yang mengucapkan perkataan dalam perang dan seseorang yang berbicara kepada istrinya atau istri yang berbicara kepada suaminya.” (HR. Muslim)
Ketiga hal tersebut di atas merupakan pengecualian (untuk berdusta) yang disebutkan secara tegas, sedangkan hal-hal lain bisa disamakan dengannya jika terkait dengan tujuan yang benar.

1.b.xii. Penyakit Keduabelar: Menggunjing (Ghibah)
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (al-Hujurat:12)
.”Setiap Muslim bagi Muslim yang lain haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim)
“Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling bersaing, dan janganlah kalian saling membuat makar. Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para shahabat ra. saling bertemu dengan gembira dan tidak menggunjing bila saling berpisah. Mereka menganggap hal tersebut sebagai amal perbuatan yang paling utama sedangkan kebalikannya merupakan tradisi orang-orang munafiq.
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (al-Humazah:1)
Ibnu Abbas berkata, “Apabila kamu hendak menyebut aib saudaramu maka ingatlah aib dirimu sendiri.”

Makna Ghibah dan Batasannya
Ghibah ialah menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya seandainya ia mendengarnya, baik kamu menyebutkan dengan kekurangan yang ada pada badan (menyebut pendek, hitam dan semua hal yang menggambarkan sifat badannya yang tidak disukainya), nasab (mengatakan hina), akhlaq (mengataka buruk akhlaqnya, sombong, pengecut, dan lain sebagainya), perbuatan, perkataan, agama atau dunianya, bahkan pada pakaian, rumah dan kendaraannya.
Nabi saw. bersabda: “Tahukan kalian apa itu ghibah?” Sahabat menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw. bersabda: “Kamu menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan, “Bagaimana jika apa yang aku katakana itu ada pada diri saudaraku itu?” Nabi saw. menjawab: “Jika apa yang kamu katakana itu ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menggunjingnya dan jika tidak ada pada dirinya maka sungguh kamu telah menyebutkan hal yang dusta tentang dirinya.” (HR. Muslim)
Ghibah tidak Hanya Terbatas pada Lidah
Isyarat, anggukan, picingan, bisikan, tulisan, gerakan dan semua hal yang memberi pemahaman tentang apa yang dimaksud, maka ia masuk ke dalam ghibah dan diharamkan.
Contoh diantaranya adalah berjalan menirukan cara berjalannya. Ini adalah ghibah bahkan lebih berat dari ghibah dengan lidah, karena ia lebih kuat dalam penggambaran dan pemberian kesan.
Bentuk ghibah lainnya adalah mendengarkan ghibah dengan mengaguminya, karena dengan memperlihatkan kekagumannya sesungguhnya dia telah mendorong semangat orang yang melakukan ghibah. Bahkan orang yang diam saja ketika mendengar ghibah sama dengan orang yang melakukan ghibah.
Orang yang mendengar ghibah tidak terbebas dari dosa kecuali dengan mengingkari secara lisan atau dengan hatinya jika takut. Jika mampu melakukannya atau memotong omongannya dengan omongan lain tetapi dia tidak melakukannya maka dia berdosa.
“Siapa yang membela kehormatan saudaranya yang sedang dipergunjingkan, maka Allah akan membebaskannya dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Hal-hal yang Mendorong Ghibah
Secara umum, pendorong ghibah terangkum dalam sebab-sebab berikut :
Pertama, melampiaskan kemarahan.
Kedua, menyesuaikan diri dengan kawan-kawan, berbasa-basi kepada teman dan mendukung pembicaraan mereka. Apabila mereka “berpesta” dengan menyebutkan aib orang, maka ia merasa kalau perbuatan mereka itu ditentang pasti mereka berkeberatan dan menjauhi dirinya. Karena itu ia kemudian mendukung mereka dan menganggap hal tersebut sebagai pergaulan yang baik dan basa-basi dalam persahabatan.
Ketiga, ingin mendahului menjelek-jelekkan keadaan orang yang dikhawatirkan memandang jelek ihwalnya di sisi orang yang disegani.
Keempat, keinginan bercuci tangan dari perbuatan yang dinisbatkan (disebutkan) kepada dirinya.
Kelima, ingin membanggakan diri. Yaitu mengangkat dirinya dengan menjatuhkan orang lain. Misalnya berkata, “Si Fulan itu bodoh.” Maksud terselubung dari ucapannya ini adalah untuk mengukuhkan keunggulan dirinya dan memperlihatkan bahwa dirinya lebih tahu ketimbang orang tersebut.
Keenam, kedengkian.
Ketujuh, bermain-main, senda gurau, dan mengisi waktu kosong dengan lelucon.
Kedelapan, melecehkan dan merendahkan orang lain demi untuk menghinakannya. Penyebabnya adalah kesombongan dan menganggap kecil orang yang direndahkan itu.

Obat yang dapat Mencegah Lidah dari Ghibah
(a) Mengetahui bahwa ghibah dapat mendatangkan kemurkaan Allah
(b) Mengetahui bahwa ghibah dapat membatalkan kebaikan-kebaikannya di hari kiamat
(c) Mengetahui bahwa ghibah dapat memindahkan kebaikan-kebaikannya kepada orang yang digunjingnya, sebagai ganti dari kehormatan yang telah dinodainya; jika tidak memiliki kebaikan yang bisa dialihkan maka keburukan-keburukan orang yang digunjingnya akan dialihkan kepadanya.
(d) Jika hamba meyakini berbagai nash tentang ghibah niscaya lidahnya tidak akan melakukan ghibah karena takut kepada hal tersebut.
(e) Akan bermanfaat juga jika dia merenungkan tentang dirinya. Jika mendapatkan cacat maka ia sibuk mengurusi cacat dirinya dan merasa malu untuk tidak mencela dirinya lalu mencela orang lain.
(f) Akan bermanfaat baginya jika dia mengetahui bahwa orang lain merasa sakit karena ghibah yang dilakukannya sebagaimana dia merasa sakit bila orang lain menggunjingnya.
Sedangkan pengobatan secara rinci, adalah dengan memperhatikan sebab yang mendorong melakukan ghibah, karena obat penyakit adalah dengan memutus sebab-sebabnya.

Haramnya Ghibah dengan Hati
Buruk sangka adalah haram sebagaimana perkataan yang buruk juga haram.
Adapun lintasan-lintasan pikiran maka hal itu dima’afkan, bahkan keraguan hati juga dima’afkan, tetapi yang dilarang adalah prasangka.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (al-Hujurat:12)
Anda tidak boleh meyakini keburukan orang lain kecuali bila Anda telah melihatnya dengan nyata sehingga tidak dapat diartikan dengan hal lainnya.

Beberapa Alasan yang Memberikan Rukhshah dalam Ghibah
1) Mengadukan kezhaliman.
2) Menjadi sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang benar
3) Meminta fatwa
4) Memperingatkan orang Muslim dari keburukan
5) Jika orang yang disebutkan sudah dikenal dengan nama julukan yang mengungkapkan tentang cacatnya.
6) Jika orang yang disebutkan melakukan kefasikan secara terang-terangan

1.b.xiii. Penyakit Ketigabelas : Melibatkan Diri Secara Bodoh pada Beberapa Pengetahuan dan Pertanyaan yang Menyulitkan
Orang awam merasa senang melibatkan diri pada pengetahuan, karena syetan menumbuhkan khayalan bahwa dirinya termasuk kalangan ulama’ dan orang yang memiliki keutamaan. Syetan terus menimbulkan khayalan itu hingga dia berbicara tentang pengetahuan yang membawanya kepada kekafiran sedangkan dia tidak menyadarinya. Setiap orang yang ditanya tentang pengetahuan yang rumit sedangkan pemahamannya belum mencapai tingkatan tersebut maka ia adalah tercela. Karena sesungguhnya dia dalam kaitannya dengan pengetahuan tersebut sangat awam.

MENGENDALIKAN SYAHWAT

“Jangan kamu dekat-dekat pada perzinaan, karena sesung-guhnya dia itu perbuatan yang kotor dan cara yang sangat tidak baik.” (QS. Al-Isra’:32)
Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya sorga.” (HR. Bukhari)MENJAGA KEMALUAN
Adab berpakaian dalam Islam :
1. Hendaknya ikhwan menahan seluruh auratnya dan demikian juga dengan akhwat.
“Katakanlah kepada orang-orang mu’min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangan-nya dan menjaga kemaluannya; karena yang demikian itu lebih bersih bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahameneliti terhadap apa-apa yang kamu kerjakan. (An-Nur : 30)
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah Menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf 7:26)
Tidak boleh menggunakan pakaian yang membentuk dan tipis sehingga menampilkan aurat.
“Sesungguhnya termasuk ahli neraka, yaitu perempuan-perempuan berpakaian tetapi telanjang, yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya.” (Riwayat Muslim)
2. Tidak berpakaian dengan maksud sombong
Rasulullah saw. bersabda: Allah tidak melihat dengan pan-dangan rahmat terhadap orang yang menurunkan sarung lebih dari mata kaki karena sombong.” (HR. Bukhari, Muslim)

3. Ikhwan tidak menyerupai akhwat dan demikian sebaliknya
Rasulullah saw. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat di dunia ini dan disambut juga oleh Malaikat di antaranya ialah laki-laki yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan, dan yang kedua, ialah perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai laki-laki (HR. Thabarani)
4. Ikhwan tidak menggunakan perhiasan emas dan sutra
Umar bin Alkhotthob r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Kamu jangan memakai sutra. Maka siapa yang memakainya di dunia, tidak akan memakainya di akherat. (Bukhari, Muslim)
Anas r.a. berkata: Rasulullah saw. telah mengizinkan bagi Azzubair dan Abdurrahman bin Auf memakai sutra karena keduanya menderita sakit gatal-gatal. (Bukhari, Muslim)
Tujuannya adalah untuk pendidikan moral yang tinggi demi menjaga sifat keperwiraan laki-laki dari segala bentuk kelemahan serta untuk memberantas sifat bermewah-mewah.

5. Tidak berpakaian seperti pakaian spesialis yang dipakai oleh orang-orang kafir seperti Yahudi, Kristen dan penyembah-penyembah berhala. Ummat ini baik yang laki-laki ataupun perempuan harus mempunyai ciri-ciri tersendiri baik dalam hal-hal yang nampak maupun tersembunyi.
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu dari golongan mereka.” (Riwayat Thabrani)

MENJAGA PANDANGAN
Adab pergaulan dalam Islam :
1. Pergaulan hendaknya diniatkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah
“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat 49:13)
2. Hendaknya ikhwan menahan sebagian pandangannya dan demikian juga dengan akhwat.
Hendaklah menundukkan pandangan dari apa yang diharamkan oleh Allah SWT. Karena pandangan dapat membangkitkan nafsu birahi dan merangsang pelakunya untuk terjerumus ke dalam dosa dan ma’shiat. Oleh karena itu Al-Qur’an memberikan peringatan keras terhadap pandangan liar.
“Katakanlah kepada orang-orang Mu’min : “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; dan demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nur [24]:30)
Sabda Rasulullah saw :
“Pandangan itu merupakan salah satu anak panah iblis”
Dua mata itu berzina dan zinanya mata ialah melihat” (HR. Bukhari)
Salah satu keringanan Islam adalah Dia membolehkan melihat yang sifatnya mendadak pada bahagian yang seharusnya tidak boleh.
“Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi: Palingkanlah pandanganmu itu!” (HR. Muslim)
“Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)
Perempuan melihat laki-laki tidak pada auratnya, hukumnya mubah, selama tidak diikuti dengan syahwat atau tidak dikuatirkan akan menimbulkan fitnah.
Sebagian ulama yang extrimis menganggap, bahwa perempuan sama sekali tidak boleh melihat anggota laki-laki yang manapun. Mereka membawa dalil hadis yang diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu Salamah, bahwa Rasulullah saw. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan Maimunah yang waktu itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda : pakailah tabir. Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata: “Dia (Ibnu Ummi Maktum) itu buta!” Maka jawab Nabi: “Apakah kalau dia buta, kamu juga buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?”
Tetapi dari kalangan ahli tahqiq (orang-orang yang ahli dalam penyelidikannya terhadap suatu hadits/pendapat) mengatakan: Hadis ini tidak sah menurut ahli-ahli Hadis, karena Nabhan yang meriwayatkan Hadis ini salah seorang yang omongannya tidak dapat diterima.
Kalau ditakdirkan hadis ini sahih, adalah suatu sikap kerasnya Nabi kepada isteri-isterinya karena kemuliaan mereka, sebagaimana beliau bersikap keras dalam persoalan hijab.
3. Ikhwan tidak memegang akhwat dan demikian sebaliknya
Rasulullah saw. pernah bersabda sbb: “Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.” (Riwayat Thabarani, baihaqi dan rawi-rawinya thabarani adalah kepercayaan)
Jauhi saja perempuan/laki-laki yang tidak menjaga adab ini.


4. Ikhwan dan akhwat harus menjaga jarak; sebaiknya sebatas dimana mereka tidak mencium wewangian dari lawan jenisnya
“Siapa saja perempuan yang memakai wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya, maka perempuan tersebut dianggap berzina; dan tiap-tiap mata ada zinanya.” (Riwayat Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
5. Tidak “berdua-duaan” baik dalam zhahir maupun batin.
Sebaiknya jika hendak melakukan pertemuan yang cukup lama, ikhwan membawa teman ikhwannya dan akhwat pun membawa teman akhwatnya. Teman disini ditujukan agar dapat mengingatkan jika dia bergaul melewati batas.
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah saitan.” (Riwayat Ahmad)
6. Segala bentuk pergaulan jika membangkitkan nafsu syahwat, maka itu adalah haram

MAHRAM
Laki-laki hanya boleh melihat muka dan kedua telapak tangan perempuan yang memang ada rukhsah untuk dinampakkan. Larangan ini dikecuali-kan untuk 12 orang :
1. Suami
2. Ayah, baik dari pihak ayah ataupun ibu
3. Ayah mertua
4. Anak-anak laki-lakinya. Termasuk juga cucu, baik dari anak laki-laki ataupun dari anak perempuan
5. Anak-anaknya suami.
6. Saudara laki-laki, baik sekandung, sebapa atau seibu
7. Keponakan.
8. Sesama perempuan yang seagama baik yang ada kaitannya dengan nasab ataupun orang lain
9. Hamba sahaya
10. Keponakan dari saudara perempuan
11. Orang-orang yang ikut serumah yang tidak ada rasa bersyahwat
12. Anak-anak kecil yang tidak mungkin bersyahwat ketika melihat aurat perempuan

INDAHNYA MENAHAN MARAH

"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskannya (melampiaskannya), maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma’nawiyah (keimananan) seseorang.

Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menyelurusi lorong-lorong hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang, dan lapang dada.

Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesadaran. Kita begitu merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah. Na’udzubillah.

Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi S.A.W. dengan maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda, "Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya dengan kemarahan. Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi S.A.W. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa barang tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah S.A.W. bersabda kepada para sahabat, "Nah, kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat."

Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.

Rasulullah S.A.W. memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah karakternya. Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah S.A.W. tidak berbuat demikian. Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan lemah lembut. Pada saat itulah, beliau S.A.W. ingin menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun. Harta, saat itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk suguhan unta yang ngamuk. Tentu saja, unta yang telah mendapatkan kebutuhannya akan dengan mudah dapat dijinakkan dan bisa digunakan untuk menempuh perjalan jauh.

Adakalanya, Rasulullah S.A.W. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi. Melainkan, karena kehormatan agama Allah.
Rasulullah S.A.W. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa), dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR. Bukhari)

Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR. Turmudzi).

Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan mampu menahan diri di kala mendapat ejekan. Maka, orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya maupun masyarakatnya.

Seorang hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru, ia akan senantiasa memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu pun pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.

Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.

Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya, melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati. Seperti, ujub dan takabur, riya, sum’ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya. Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah S.W.T.

Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah S.A.W. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani).

Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud).

AHLAK KEPADA ORANG TUA

Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah :’Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.(QS. Al Isra :23-24).“Dari ayat diatas terlihat jelas bagaimana penting dan besarnya arti diri orang tua di sisi Allah Subhanahu Wa Ta ala. Jika beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala wajib maka berbakti kepada kedua orang tua juga wajib. Sebaliknya, kalau ingkar kepada-Nya adalah dosa besar, begitu pula durhaka kepada orang tua. Dan berbuat baik kepada orang tua bukan hanya semasa hidupnya akan tetapi sampai matipun si anak tetap wajib berbakti kepada mereka.
Sekiranya suatu saat usia mereka sudah diambang senja, janganlah kita menghardik, mencaci, memukul, serta perbuatan-perbuatan keji lainnya, mengucapkan kata “ah” saja terlarang sebagaiman dalam ayat diatas apalagi perbuatan-perbuatan yang lebih daripada itu. Dan yang patut dilakukan adalah berbicara kepada mereka dengan lemah lembut, sikap rendah diri, suara tidak melebihi suara mereka, dam itu semua adalah ahlak utama seorang anak.
“Bahwa seorang laki-laki yang berasal dari Yaman hijrah ke Rasulullas Salallahu Alaihi Wa Salam. Ia berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sekarang sudah hijrah!’ Beliau bertanya ‘Sudahkah mereka memberimu izin ?’ jawabnya : ‘Belum’ sabda Beliau, ‘Pulanglah dan minta ijinlah kamu kepada mereka. Kalau sekiranya mereka memberimu izin, silahkan berjuang. Tetapi kalau tidak, berbuat baiklah kamu kepada mereka.”(HR Abu Dawud).
Disini agama Islam meletakkan keagungan orang tua dihadapan anak-anaknya dalam rangka berbakti dan berjuang di jalan Allah. Bukan semata-mata jihad kemudian orang tua ditinggalkan begitu saja tanpa dimintai izin sama sekali. Bahakan berangkat ke medan peperangan dinomorduakan jika memang belum memenuhi kebaktiannya kepada orang tua.
“Rugilah, rugi sekali, rugi sekali, seseorang yang mendapati salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya sewaktu mereka sudah diambang senja, dan tidak memasukkan ia kedalam surga “(HR Muslim).
Sungguh sayang bahwa orang tua masih ada, apalagi sudah tua yang seharusnya dapat memasukkan dia kedalam surga, tetapi ternyata tidak dapat memasukkan dia ke dalam surga dikarenakan durhaka kepada mereka dan tidak berbakti kepada mereka. Betapa banyak manusia-manusia yang sampai begitu tega tidak menghormati orang tuanya bahkan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kasar dan menganggap mereka bagaikan pembantu rumah tangga yang siap melayani tuannya. Sungguh ironis sekali orang tua yang telah mendidik dan mengasuh anaknya dengan sekuat tenaga, ternyata sesudah besar begitu saja balas budinya.
Memperlakukan orang tua dengan baik termasuk amalan besar dan yang paling dicintai oleh Allah. Dari Abdullah bin Mas’ud :
“Aku pernah bertanya kepada nabi Salallahu Alaihi Wa Salam: ‘Amal yang manakah yang paling dicintai oleh Allah ?’ Jawab beliau :’Shalat pada waktunya’. Aku bertanya lagi:’Kemudian amal apa ?’ Jawab beliau :’’Berbuat baik pada orang tua’. Aku bertanya kagi:’Sesudah itu amal apa?’ Jawab beliau :’Jihad di jalan Alla”(HR Bukhari Muslim).
Dalam hal berbuat kebaikan kepada orang tua, memang sepantasnya ibu lebih banyak dicurahkan. Ini mengingat kerja payahnya semenjak ia mengandung sampai melahirkan ditambah lagi memenuhi semua keperluannya tidak pernah merasa bosan dan lelah. Dari Abu Hurairah :
“Telah datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam lalu bertanya :’Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan cara bagus ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Kemudian ia bertanya lagi ‘Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. ia bertanya lagi:’Sesudah itu siapa ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Ia bertanya lagi :’Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Bapakmu!”(HR Bukhari Muslim
Dan termasuk dosa besar bila seorang anak berbuat durhaka kepada orang tuanya. Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda :
“Termasuk dosa besar ialah seorang yang mencaci maki orang tuanya. Seseorang lalu bertanya:’Mungkinkah ada seseorang mencaci maki orang tuanya?’ Jawab beliau :’Ada! Dia mencaci maki bapak seseorang lalu orang itu membalas memaki bapaknya. Dia mencaci maki ibu seseorang lalu orang itu membalas memaki ibunya”(HR Bukhari Muslim).
Namun bagaiman bila orang tua kita bermaksiat dan musyrik kepada Allah, apakah kita tetap harus berbuat baik terhadap mereka ? Islam memang menganjurkan untuk berbuat baik kepada orang tua secara umum, tetapi perlu diingat jika orang tua memaksakan kehendaknya untuk bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya ditolak dengan lemah lembut dan penuh kesopanan.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu kembali, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS Luqman : 15).
“Mendengar dan mentaati itu wajib bagi seorang muslim, menyangkut apa yang ia cintai maupun apa yang ia benci, selagi tidak disuruh untuk urusan maksiat. Kalau diperintah untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak ada ketaatan”(HR Bukhari Muslim).

5.06.2009

ADAB-ADAB HATI bag 2

4. AMANAT
Amanat
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan (mengembalikan) amanat kepada yang berhak (ahlinya).” (QS. An-Nisa’ 4:58)
Jangan Khianat
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang diperca-yakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal 8:27)
“… Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal 8:58)
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

5. TAWADHU’

Tawadhu’
Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hen-daknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasu-lullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Hai sekalian orang yang beriman, siapa yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum yang kasih kepada Allah, dan dikasihi oleh Allah, merendah diri kepada sesama kaum mu’min; keras hati terhadap orang kafir.” (Al-Maidah:54)
“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami Berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu) dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl 16:88)
“Negeri akhirat itu, Kami Jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)
Bersabda Rasulullah saw. :Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya: Bertawadhu’ (merendah dirilah) hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.” (HR. Muslim)
“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (HR. Bukhari)
Jangan Sombong
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (HR. Luqman 31:18)
Bersabda Nabi saw.: Tiada masuk ke sorga, siapa yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah (atom yang kecil) dari sombong. Maka seorang berkata: Adakalanya seorang itu suka berpakaian bagus. Sabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah indah dan suka keindahan. Sombong itu ialah menolah hak kebenaran dan merendahkan orang. (HR. Muslim)
Haritsah bin Wahab r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sukakah saya beritahukan kepadamu orang-orang ahli neraka? Ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong. (HR. Bukhari, Muslim)
“Ketika seorang berjalan dengan pakaian yang indah, bersisir rambut dengan sombong dan congkak jalannya. Tiba-tiba Allah membinasakannya, hingga ia timbul tenggelam di tanah sampai hari qiamat (ialah Qorun di zaman Musa a.s.) (HR. Bukhari, Muslim)
Kisah Qarun dan kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi manusia:
“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah Menganuge-rahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang terlalu membangga-kan diri.” Dan carilah pada apa yang telah Dianugerahkan Allah kepa-damu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat Baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata, “Sesungguh-nya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah Membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpul-kan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguh-nya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh Pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami Benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak aa baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap Azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash 28: 76-81)
Balasan bagi orang yang sombong :
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang pada malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap Ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am 6:93)
“Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah 2:206)
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. DemikianlahKami Memberi Pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf 7:40)
Tidak akan dibukakan pintu langit maksudnya doa dan amal mereka tidak diterima Allah.

6. PEMAAF

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199)
“Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran 3:133-134)
Bersabar dan memberi maaf lebih baik daripada mengambil pembalasan : (pahala bagi orang yang memberi maaf)
“Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada Sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari Rezeki yang Kami Berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak Menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya, orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zaalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesung-guhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy Syura 42:36-43)
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kamu kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada Jalan Allah dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah Mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nur 24:22)
“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
“Bukan seorang yang kuat itu, yang kuat bergulat. Tetapi orang yang sungguh kuat, yaitu yang dapat menahan hawa nafsu ketika marah.” (HR. Bukhari, Muslim)
Keteladanan Nabi SAW. :
Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi saw.: Pernahkah terjadi padamu suatu hari yang lebih berat daripada penderitaanmu ketika perang Uhud? Jawab Nabi saw.: Saya telah menderita beberapa kejadian dari kaummu dan yang terberat yaitu hari Aqobah ketika saya berpropaganda kepada Ibnu Abd Yalail bin Abd Kulal, yang mana tidak seorangpun dari mereka yang menyambut ajaranku. Maka saya kembali dengan hati yang kesal, hingga seolah-olah saya berjalan dengan tidak sadar, hanya ketika telah sampai di Qarnitstsa’alib, di situ baru saya sadar dan mengangkat kepalaku ke langit, di mana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba Malaikat Jibril memanggil saya sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan kini telah mengutus Malaikat penjaga bukit untuk menurut segala perintahmu. Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi salam sambil berkata: Ya Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan saya penjaga bukit dipe-rintah oleh Allah menurut segala kehendakmu. Maka perintahlah saya sesukamu. Kalau kau suka saya dapat merobohkan dua bukit yang terbesar di daerah kota Mekkah (bukit Al’akhsyabain). Jawab Nabi saw.: Tetapi saya masih mengharap semoga Allah mengeluarkan dari turunan mereka orang-orang yang beribadat kepada Allah dan tidak menye-kutukan pada-Nya sesuatu apapun. (HR. Bukhari, Muslim)

Maraji’
Al-Qur’an Al-Karim
Imam Nawawy, Tarjamah Riyadhus Shalihin
Anis Matta, Membentuk Karakter Muslim

ADAB-ADAB HATI bag 1

1. JUJUR
Jujur
Seorang Muslim harus jujur, tidak suka berdusta. Berani mengatakan yang benar, meskipun mengandung resiko bagi dirinya, tanpa takut celaan orang. Dusta merupakan salah satu sifat buruk dan tercela serta merupakan pintu gerbang menuju godaan-godaan syetan. Menjaga diri dari dosa dusta, akan menciptakan imunitas dalam jiwa yang melindungi dari bisikan dan godaan syetan, sehingga ia tetap di dalam kebersihan, kesucian dan ketinggiannya.“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan (ta’at) dan kebaikan itu membawa ke sorga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di sisi Allah siddiq. Dan dusta membawa kepada dosa sedang dosa membawa ke neraka. Dan seseorang suka berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari, Muslim)
Manusia yang selalu melatih diri untuk kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi tabi’at kebiasaannya. Dan apabila telah menjadi demikian, maka mudahlah ia melakukannya.
“Tinggalkan apa yang kau ragu-ragukan dan kerjakan apa yang tidak kau ragu-ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi.)
Perintah kepada orang-orang beriman agar berteman dengan orang-orang yang jujur :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 9:119)
Tidak Dusta
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dan sesungguhnya orang-orang munafik akan dilemparkan ke dalam kerak api neraka.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An Nisa 4:145)
Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpah palsunya, maka Allah telah mewajibkan baginya neraka, dan mengharamkan dari sorga. Seorang bertanya: Walaupun barang sedikit ya Rasulullah? Jawab Nabi: Walau sekecil batang kayu arok (sikat untuk gosok gigi)
Mengambil hak orang lain itu sudah berdosa, maka kalau pengambilan itu disertai dengan sumpah palsu, yang berarti orang itu merasa seolah-olah barang yang diambil itu telah menjadi halal baginya, karena telah menang perkara dengan sumpah palsunya, maka Allah akan menetapkan baginya neraka dan mengharamkannya dari sorga.

2. ADIL

Adil
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu (untuk) menyam-paikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguh-nya Allah Memberi Pengajaran yang sebaik-baiknya kepada-mu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa’ 4:58)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat yang tidak adi. Beraku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah 5:8)
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak Memikulkan Beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah Janji Allah. Yang demikian itu Diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al An’am 6:152)
Adil yang dikenal oleh individu muslim dan masyarakat Islam adalah keadilan hakiki yang penuh ketulusan, tidak berat sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara/keluarga atau orang-orang yang disegani.
Rasulullah SAW telah memberikan contoh dalam hal bertindah adil :
Ketika datang Usamah bin Zaid mengusulkan agar diberikan keringanan hukuman bagi seorang perempuan dari Bani Mahzum yang mencuri, padahal Rasulullah SAW bermaksud untuk memotong tangannya. Rasulullah bersabda kepada Usamah: “Apakah Anda bermaksud hendak meringankan (membebaskan) hukuman terhadap seorang yang telah menjadi ketentuan Allah, Hai Usamah? Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam sejarah Islam pernah terjadi kasus hilangnya baju besi Ali bin Abi Thalib r.a. yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Seorang Yahudi dicurigai sebagai pencurinya. Ali bin Abi Thalib dan Yahudi itu dihadapkan ke muka pengadilan. Di depan pengadilan yang dipimpin oelh Syuraih, khalifah Ali tidak dapat memberikan kesaksian atau bukti yang jelas tentang keterlibatan si pencuri, walau sebenarnya barang bukti curian (baju besi) itu dilihat dari ciri-cirinya jelas milik khalifah. Tetapi karena bukti tidak kuat, maka hakim tidak dapat menghukum si Yahudi, malah dalam pengadilan itu khalifah kalah dan si tertuduh bebas. Melihat betapa adilnya hukum Islam si Yahudi yang memang telah mencuri baju besi itu tergetar hatinya. Akhirnya dia mengakui bahwa dialah pencurinya, baju besi itu dikembalikannya kepada Ali, dia sendiri masuk Islam.
Karena itulah, seorang muslim dituntut untuk selalu berbuat adil baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Sikap adil merupakan akar yang kuat di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.
Jangan Zhalim
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari Kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (Al Mu’min 40:18)
Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu daripada aniaya (zhalim), karena zhalim itu merupakan kegelapan di hari qiamat, dan awaslah dari kikir karena kikir itulah yang telah membinasakan ummat-ummat yang sebelum kamu. Mendorong mereka hingga menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang haram.” (HR. Muslim)
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharam-kan kezaliman (berbuat zalim) pada diri-Ku, dan Aku jadikan sebagai perbuatan haram bagi kaiam, maka itu janganlah kalian berbuat zalim.” (HR. Muslim)
Allah sendiri telah mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Nya, padahal Dia Al Khalik, Zat yang paling berhak Menyombongkan diri-Nya. Apakah pantas bagi seorang muslim yang selalu berpegang teguh pada tali diennya (Islam) itu hendak berbuat zalim ?
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh pasti semua hak akan dikembalikan pada yang berhak pada hari qiamat, hingga kambing yang tidak bertanduk diberi hak (kesempatan) membalas pada kambing yang bertanduk.” (HR. Muslim)
Yaitu yang dahulu di dunia pernah ditanduk dan belum dapat membalas-nya, maka pembalasan menurut keadilan telah dituntut dari binatang yang tidak berakal dan bagi yang berakal tentu lebih pasti.
Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera minta halal (ma’af)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar atau dirham, jika ia mempunyai amal salih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)
Penganiayaan (perbuatan zhalim) dapat berupa: caci maki, tipuan, ghibah, copetan dan segala gangguan dalam badan atau kekayaan atau kehormatan dsb.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya, tidak mengecewakannya. Dan barangsiapa yang memperhatikan keperluan saudaranya, pasti Allah akan memperhatikan keperluannya. Dan barangsiapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim, pasti Allah akan melepaskan kesulitan orang itu dari berbagai kesulitan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib dan rahasia) seorang muslim, pasti Allah akan menutupi rahasia (aib) orang itu di hari kiamat” (HR. Bukhari)

3. KOMIT

Komit
“… dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’ 17:34)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai Saksi-mu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)
“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengata-kan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaaf 61:3-4)
Balasan terhadap yang melanggar janji :
“Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan Memberinya Pahala yang besar.” (QS. Al-Fath 48:10)
Jauhi Nifaq
Berkata Rasulullah saw. bersabda: Empat sifat, siapa yang lengkap ada pada dirinya maka ia munafiq betul-betul. Dan siapa yang mempunyai salah satu daripadanya; maka berarti mempunyai salah satu sifat munafiq hingga ditinggal-kannya. Jika dipercaya khianat. Bila bicara dusta. Jika berjanji ia menyalahi dan bila berdebat (bertengkar) melam-paui batas. (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan : sekalipun orang itu berpuasa, shalat dan mengaku bahwa dirinya seorang muslim!

Daftarkan Link Anda Disini

MAOE (U CAN IF U THINK U CAN)